Hiu paus (Rhincodon typus) adalah pemakan yang merupakan spesies ikan terbesar. Hiu ini adalah satu-satunya anggota dari Rhincodon dan Rhincodontidae (disebut Rhinodontes sebelum tahun ), yang masuk kedalam subkelas pada kelas . Hiu ini dapat ditemui di samudera tropis dan hangat dan hidup di laut.
Spesies ini dipercaya berasal sekitar 60 juta tahun yang lalu (wikipedia). Namun di Nabire, Hiu Paus memakan ikan puri (ikan teri) yang memang sangat banyak di Papua. Taman Nasional Teluk Cendrawasih menjadi kawasan konservasi bagi hiu paus, di sana terdapat bagan-bagan yang digunakan nelayan untuk mencari ikan. Setiap malam menjelang, lampu-lampu bagan hidup maka dimulailah pekerjaan mereka.
Salah satu peneliti Hiu Paus pernah menuju Nabire dan dia benar-benar terkejut dengan apa yang dilihatnya. Hiu paus di Nabire tidak memakan plankton namun ikan puri dan tidak takut dengan keberadaan manusia.
Hari kedua kami mengunjungi salah satu bagan, cukup mudah untuk menemukan bagan mana yang ada hiu paus yaitu bagan yang banyak sekali burung-burung laut yang notabene pasti di situ banyak ikan dan pasti hiu paus ada di situ. Setelah kapal kami bersandar di bagan tersebut, kami bertemu dulu dengan nelayan pemilik bagan dan membeli ikan puri yang akan digunakan untuk memberi makan si hiu paus.
Orpha, Yance dan Zakeus mencoba memanggil hiu paus agar naik menuju permukaan dan Om Bram juga turun tangan. Awalnya saya cukup takut untuk terjun ke dalam air, selain takut akan kedalaman juga takut dengan hiu paus yang masih asing bagi saya.
Bang Donny dan Dinda sudah turun dan ikut bermain dengan hiu paus, akhirnya saya ikut turun ke laut karena sangat rugi jika sedekat ini tidak menyentuh hiu paus. Gilang yang juga takut dengan kedalaman akhirnya ikut masuk ke dalam air, walaupun saya dan Gilang masih berpegangan pada jala bagan.
Benar sekali kalau hiu paus sangat jinak, saya berenang bersamanya dan hiu paus tetap tenang. Dan hiu paus terlihat sangat menikmati ikan puri yang diberikan oleh kami. Waktu itu ada empat ekor, berenang dengan panjang rata-rata 8 meter. Ikan yang sangat besar, Orpha mencoba mengajaknya bermain. Terkadang si hiu memutari kami yang sedang berenang dan mereka bergantian menyantap ikan puri.
Hari ketiga kami datang kembali karena memang kami belum puas untuk bertemu dengan hiu paus. Kali ini kami datang bersama Pak Muis dan Dunia Air, mereka akan mengambil gambar hiu paus. Speedboat yang kami gunakan mulai dekat dengan bagan, dan hiu-hiu itu sudah tampak. Memang seram sekali, jika hanya siripnya yang terlihat dengan volume mereka yang besar seperti itu. Namun itu berarti penyambutan kembali bagi kami, sungguh cantik sekali hiu paus.
Setelah Pak Muis dan Dunia Air selesai mengambil gambar, kami tak malu-malu lagi seperti kemarin. Langsung kami terjun ke dalam air, kali ini kami benar-benar beruntung karena ada yang berukuran 12 meter ikut naik ke permukaan. Walau arus air laut sangat kencang, bahkan kami sempat terbawa arus dan cukup jauh dari bagan. Itu tak menghalangi kami untuk tetap menikmati dan bertegur sapa dengan si hiu paus.
Oleh Om Bram kami disuruh naik karena sudah terlalu sore dan nampaknya gelombang sudah mulai besar, dengan berat hati kami naik ke speedboat. Sungguh kenangan yang tak terlupakan bagi kami tim Papua 2 ACI detik.com. Suatu saat kami pasti kembali ke Nabire, karena kami ingin bertegur sapa dengan mereka lagi. Hiniota Nibre...
Sebenarnya hiu paus tidak hanya terdapat di Teluk Cendrawasih Nabire saja, namun di Ujung Kulon, Madura, Triton juga ada karena hiu paus senang berada di perairan tropis. Setiap daerah memiliki sebutan bagi hiu paus seperti di Papua dengan sebutan Gurano Babintang, Kwatisore dengan sebutan Hiniota Nibre, Jawa dengan sebutan Geger Lintang, Madura dengan sebutan Kikaki bahkan di Filipina mereka menyebutnya Butanding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar