Maluk, mungkin kita tidak pernah mendengarkan nama itu. Maluk adalah daerah di pesisir barat pulau Sumbawa, terletak di Kabupaten Sumbawa barat. Bila kita pernah mendengar perusahaan Newmont maka kita tahu kalau itu perusahaan pertambangan yang berpusat di Inggris. Lalu masih ingatkah kalian tentang penyakit mina mata di Sulawesi? Karena pembuangan limbah oleh Newmont. Ya, Newmont tidak hanya ada di Sulawesi tapi juga terdapat di Sumbawa.
Kota Maluk berdiri seiring dengan adanya perusahaan Newmont, walau terakhir kali ada gesekan sosial disana. Dimana warga asli Maluk justru keadaannya makin susah dan justru sangat kurang, karena sebagian besar bermata pencahariaan sebagai nelayan tradisional.
Setelah berjalan dari Pototano menuju Taliwang, kami memutuskan untuk pergi ke Maluk. Menggunakan sepeda motor kami menuju ke arah selatan kota Taliwang. Dengan lama perjalanan 2-3 jam, dan hanya mengikuti jalan raya serta bermodal bertanya ke orang. Sekitar pukul 4 sore, kami sudah sampai di dekat dermaga milik Newmont dengan kapal-kapal yang menurut warga yang memberitahu kami jika kapal tersebut berisi emas.
Pertama kami ingin bermalam di Pantai tersebut karena memiliki bungalow dan air bersih di dekatnya, namun karena pertimbangan kami memutuskan untuk pergi menuju Maluk. Hanya berdaya tempuh 25 menit kami sudah sampai di kota Maluk, sangat kontras dengan desa-desa yang kami lewati sebelumnya. Di Kota Maluk terdapat Pompa Pengisian BBM milik Pertamina yang besar, terdapat Plasa Telkom, ATM dan KCP BNI 46 serta ada beberapa resort mewah.
Pertama kami ingin bermalam di Pantai tersebut karena memiliki bungalow dan air bersih di dekatnya, namun karena pertimbangan kami memutuskan untuk pergi menuju Maluk. Hanya berdaya tempuh 25 menit kami sudah sampai di kota Maluk, sangat kontras dengan desa-desa yang kami lewati sebelumnya. Di Kota Maluk terdapat Pompa Pengisian BBM milik Pertamina yang besar, terdapat Plasa Telkom, ATM dan KCP BNI 46 serta ada beberapa resort mewah.
Sesampainya di pantai terdapat banyak orang disana, menikmati sunset, memanjakan lidah karena ada berbagai jajanan dan sembari menunggu anak-anak mereka sebab ada playground disana. Kamipun menyantap makan malam kami, ditemani semakin tenggelamnya mentari di ufuk barat.
Setelah selesai memarkir motor dan mengeluarkan peralatan camping, ada bapak tua yang kesehariannya membersihkan pantai Maluk. Bapak tua itu bercerita tentang masa mudanya dan dia berasal dari surabaya, pernah menjadi sopir berkeliling pulau Sumatera dan Jawa sampai Flores. Bapak mempersilahkan kami untuk menggunakan kamar mandi di tempat dia tidur yang merupakan bekas tempat berjualan eskrim. Sembari menghidupkan obor yang dia buat dari bekas galon air mineral, dia berkelakar tentang apa yang dia jalani sekarang. Saat Bapak menunaikan Sholat, kami mendirikan tenda dan bersiap-siap menikmati malam karena malam itu sangat cerah dengan cahaya rembulan serta angin dingin dari lautan.
Makin malam kehidupan pesisir makin nampak, bar-bar mulai buka, musik di setel dengan sangat keras bahkan dibaluti dendang khas dangdut pantura. Gelak tawa semakin terdengar saat malam makin gelap, suara gaduh motor berlalu lalang menganggu tidur kami. Namun akhirnya kami terlelap dalam mimpi juga, dan bersiap-siap menyongsong pagi.
Suasana pagi yang begitu khas, aroma pantai yang dibarengi angin serta beberapa anak kecil mulai bermain di pasir. Setelah selesai packing, kami berpamitan dengan si bapak atas kebaikannya sudah diperbolehkan menggunakan kamar mandinya.
Kami bergegas untuk berputar di kota Maluk, terlihat bukit-bukit sudah dipangkas habis alat-alat berat dan pohon-pohon sudah habis di tebang. Pengerukan hasil bumi yang terbilang sangat rakus dan tidak memperhatikan ekosistem sekitar. Bagian pojok barat Pulau Sumbawa yang lambat laun akan musnah karena penambangan yang berlebihan. Jauh dari apa yang dibayangkan, kamipun meninggalkan kota Maluk dan kembali ke kota Pototano.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar