Upacara Pemotongan Rambut Gimbal : Sebuah Selebrasi
Kami berada di sebuah tempat, sebuah dataran tinggi tertinggi kedua di dunia, setelah Nepal. Yaitu Dieng. Tepat saat kami kesana adalah puncak perayaan Dieng Culture Festival . Dimana hari terakhir itu adalah pemotongan rambut gimbal anak-anak asli Dieng. Banyak mitos yang melatarbelakangi terjadinya anak-anak dieng berambut gimbal ini. Salah satu mitos yang dipercayai komunitas masyarakat Dieng ini adalah, bahwasanya ada sebuah desa bernama Siterus di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Didesa ini hidup keturunan bangsawan Kerajaan Kalingga—sebuah Kerajaan Hindu pada abad VII-VIII yang pernah berdiri di Dieng. Keturunan Raja Kalingga inilah yang diyakini membangun candi-candi di Dieng. Mereka punya keyakinan apabila ada anak yang mempunyai rambut gimbal, itu adalah titisan Keling. Anak-anak yang “dianugerahi” rambut gimbal ini biasanya mempunyai karakter yang berbeda daripada anak-anak pada umumnya. Anak berambut gimbal ini biasanya penyakitan, dan sering menjadi bahan olok-olokan teman-temannya disamping itu anak berambut gimbal ini sedikit lebih nakal. Sehingga perlu diadakan “ruwatan”, semacam upacara khusus untuk menghilangkan rambut gimbal ini.
Pagi itu Kami sampai di Dieng pukul 6. Belum ada tanda-tanda dimulainya upacara pemotongan ranbut gimbal. Kamipun pergi berjalan-jalan di sekitar Dieng. Ada penjual kue bandos pagi itu, kamipun mencobanya. Hanya 2ribu rupiah untuk 4 potong kue bandos. Kue dari parutan kelapa yang ditaburi gula. Menemani pagi kami yang dingin hari itu. Dieng yang berada pada ketinggian 2093 mdpl pagi itu cerah sekali. Tapi dingin. Suhu rata-rata tempat itu berkisar antara 12-15 derajat celcius. Cukup dingin bukan? J
30 menit kemudian loket untuk masuk ke kompleks candi arjuna dibuka. Candi arjuna ini adalah tempat puncak perayaan pemotongan rambut gimbal. Perlu diketahui bahwa upacara semacam ini adalah swadaya masyarakat. Sehingga kami dikenakan tiket sebesar 15ribu rupiah. Arak-arakan rambut gimbal ini dimulai di rumah seorang tetua adat disana. Ada tarian, nyanyi-nyanyian, persembahan untuk dewa. Kami mengikutinya dari tempat tetua itu. Ada tarian barongsai hingga tarian tradisional jawa. Sungguh keunikan budaya yang berbalut keindahan alam. Acara pagi itu berlangsung sangat khidmat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar