Selasa, 20 Desember 2011

Tanjung Barito, Biak


Setelah meninggalkan air terjun Wafsarak, kami melanjutkan perjalanan kami menuju Tanjung Barito. Mobil berjalan pelan, angin semilir menerpa wajah saya dan saya mulai tertidur pulas di dalam mobil. Dan ketika saya terbangun sudah sampai di Pantai Tanjung Barito. Pantai tersebut langsung menghadap ke Pulau Owe yang dulunya merupakan pangkalan angkatan udara pasukan sekutu maupun jepang yang sampai sekarang masih terdapat keempat landasannya.
Tanjung Barito sendiri merupakan pantai karang yang menjorok langsung menuju laut dalam. Warga Tanjung Barito sendiri merupakan nelayan tradisional yang hidup berdasarkan hasil dari melaut setiap harinya. Hari itu ada seekor ikan tongkol dengan ukuran yang besar saja hanya seharga Rp 25.000,00. Saya menyesal tidak membelinya, dan pasti bisa di santap oleh tim. Perut kami sudah bergejolak sejak dari Wafsarak, kami memutuskan untuk memasak di Tanjung Barito. Kami membuat mie, nasi, dan ikan tuna kaleng untuk kami santap siang itu. Sambil memasak makanan, kami melihat anak-anak kecil sudah belajar memancing ikan sambil bermain sampan di pantai.
Usai menikmati makanan, kami bermain di pantai dengan snorkel gear dan kacamata renang yang kami persiapkan sebelumnya. Sore itu kami menemukan banyak ikan karang, bahkan ada gurita dan ular laut, namun agak miris adalah terumbu karang dan koral yang sudah rusak. Tak lama kemudian tampak dekat lumba-lumba berenang menyusuri lautan tak jauh dari pantai. Menurut penuturan warga hampir setiap sore, lumba-lumba selalu lewat di Tanjung Barito. Di sekitaran Pulau Owe dan lautan dalam di depan tanjung barito, terdapat air tawar di dalamnya, nelayan sekitar sering mengambilnya saat melaut. Bahkan akan ada perusahaan yang akan membuka jaringan air tawar tersebut dengan pipa dari dasar laut.
Ketika matahari makin tenggelam, pantai semakin ramai dengan anak-anak muda yang menaiki sampan dan bergerombol di depan pantai. Ikan-ikan mulai berdatangan setiap sore, anak-anak tersebut melempar jala dan memanen ikan-ikan tersebut. Desa Tanjung Barito yang sunyi, malam sudah hampir tiba. Gemerlap lampu-lampu warga menjadi ucapan selamat tinggal bagi kami malam itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar